Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

PTK DAN PTS

CONTOH TESIS PENDIDIKAN WORD DOCUMENT

CONTOH TESIS PENDIDIKAN WORD DOCUMENT-Program akselerasi adalah suatu program bagi siswa berbakat intelektual yang telah diaplikasikan di sekolah-sekolah dari tingkat dasar sampai menegah. Namun, program akselerasi bagi madrasah masih merupakan sesuatu yang relatif baru. Pelaksanaan program akselerasi di madrasah mengalami tantangan dengan belum adanya pedoman penyelenggaraan program dari Departemen Agama, sebagai departemen yang menaungi madrasah. Padahal, dalam menyelenggarakan program akselerasi diperlukan penyesuaian-penyesuaian kegiatan pendidikan agar program akselerasi efektif dalam rangka pengembangan potensi siswa berbakat intelektual.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan MAN 3 Malang untuk mengefektifkan penyelenggaraan program akselerasi sejak dari kegiatan rekrutmen input siswa, pemberian tesis pendidikan layanan pengajaran dan  juga penetapan harapan terhadap out put siswa program akselerasi.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan penelitian kualitatif dengan metode deskriptif dan merupakan suatu studi kasus tunggal. Dalam mengumpulkan data digunakan metode wawancara, observasi dan dokumentasi. Data yang terkumpul dan digunakan adalah berupa kata-kata, dokumen, catatan, serta laporan yang semuanya diperoleh dari coordinator program akselerasi, waka kurikulum, guru-guru program akselerasi, team psikolog program akselerasi, dan staf tata usaha. Tehnik analisis data dilakukan dengan cara mereduksi data, meyajikannya, kemudian melakukan verivikasi guna menarik suatu kesimpulan. Untuk keabsahan data dilakukan perpanjangan waktu penelitian, trianggulasi dan diskusi dengan sejawat tesisi word.

Dari penelitian yang berfokus pada upaya mengefektifkan proses rekrutmen input siswa akselerasi ditemukan bahwa : 1) kegiatan rekrutmen dilakukan setelah penerimaan siswa baru program regular, 2) proses rekrutmen dilaksanakan oleh kepanitiaan khusus yang terdiri dari guru dan team psikolog, 3) proses rekrutmen menggunakan metode tes dan non tes, 4) tidak ada kegiatan observasi kelas sebelum pelaksanaan tes, 5) tes yang digunakan terdiri dari tes administrasi, tes psikologi, dan tes potensi akademik, 6) wawancara merupakan metode non tes dan dilakukan baik dengan peserta maupun orang tua peserta, 7) pesrta yang teridentifikasi sebagai siswa berbakat intelektualdipisahkan dari siswa regular dan ditempatkan dalam kelas khusus akselerasi tesis doc/document.

Selanjutnya upaya mengefektifkan layanan pengajaran di kelas akselerasi dilakukan dengan cara : 1) penyesuaian pengelolaan guru bagi kelas akselerasi yang meliputi penyesuaian rekrutmen, pembinaan dan pemberian penghargaan, 2) penyesuaian kurikulum yaitu berupa penyesuaian waktu dan kecepatan belajar, cara belajar contoh tesis pendidikan, serta materi belajar yang akan terlihat dalam PBM di kelas akselerasi,

3) penyesuaian PBM yang terdiri dari penciptaan lingkungan belajar, pemilihan metode pembelajaran yang dapat merangsang proses berpikir tingkat tinggi yang didukung dengan penerapan PAKEM, pembelajaran berbasis ICT, pengayaan, PBM bilingual, team teaching, penggunaan modul, dan kegiatan BK yang melibatkan para psikolog.

Sedangkan upaya lain yang dilakukan dalam mengembangkan potensi siswa berbakat intelektual adalah menaruh harapan yang tinggi bagi out put siswa program akselerasi baik di bidang akademik maupun non akademik. Standar yang digunakan mengacu pada standar threshold.

Tesis yang dapat dimunculkan dalam penelitian ini yaitu bahwa upaya mengefektifkan program akselerasi harus dilakukan secara khusus, serentak dan berqualifikasi seimbang dari pengelolaan input, proses, dan peletakan harapan terhadap out put, karena ketiganya berkaitan erat satu sama lain dalam rangka pengembangan potensi siswa berbakat intelektual.


PAYA MENGEFEKTIFKAN PROGRAM AKSELERASI DALAM RANGKA PENGEMBANGAN POTENSI SISWA BERBAKAT INTELEKTUAL (STUDI KASUS DI MAN 3 MALANG). TESIS ,JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM, PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG

Untuk Mendapatkan File Lengkap dalam bentuk Word SMS/WA 0856-42-444-991 


Dunia pendidikan yang semakin maju percaya bahwa terdapat kelompok-kelompok peserta didik yang berbeda satu dengan yang lain yang masing-masing berhak memperoleh layanan pendidikan sesuai dengan kondisidan potensi yang dimilikinya. Di antara kelompok tersebut terdapat kelompok anak-anak yang disebut-sebut sebagai anak berbakat intelektual walaupun secara kuantitas tidak sebanyak anak abnormal dan anak normal, yaitu sekitar 2-3 persen.1 Namun demikian mereka dianggap tetap harus memperoleh hak pendidikan dan pelayanan khusus sebagaimana anak-anak yang lain.

Dengan adanya fenomena keberadaan anak yang dianggap supernormal tersebut, para psikolog dan pendidik mulai berusaha untuk mengidentifikasikan anak berbakat intelektual sebagai langkah awal mempersiapkan konsep pendidikan bagi mereka. Pada mulanya istilah anak anak berbakat intelektual diidentikkan dengan dengan anak genius, yaitu anak-anak yang memiliki tingkat intelegensi di atas rata-rata anak normal atau anak-anak dengan IQ sekitar 110-120. Pengertian semacam ini seringkali dikaitkan dengan diskriminasi antara anak istimewa dan anak normal. Pengertian yang menggunakan pendekatan unidimensi sekitar 30 tahun lalu telah menimbulkan konflik dan menumbuhkan suatu gerakan melawan hal tersebut.2 Istilah anak genius telah berubah menjadi anak berbakat dan pengertian anak berbakat atau keberbakatan menjadi lebih luas dari sekedar kecerdasan intelektual yang bersifat genetik semata.

Anak berbakat atau keberbakatan dalam pandangan multidimensi adalah keunggulan dalam kemampuan tertentu yang berbeda-beda. Menurut Clark, keberbakatan adalah konsep yang berakar secara biologis dari otak dan merupakan integrasi yang terakselerasi dari fungsi otak itu. Hal itu mencakup

penginderaan fisik, emosi, kognisi dan intuisi.3 Jadi, keberbakatan mengandung makna adanya keunggulan dalam satu atau beberapa bidang. Renzulli, guru besar anak berbakat dari Amerika mengidentifikasikan bahwa seorang anak dapat dikatakan sebagai anak berbakat jika ia mempunyai intelegensia di atas rata-rata, memiliki kreativitas yang tinggi, memiliki motivasi dan komitmen terhadap kerja, atau tugas yang tinggi. Namun, Monks menambahkan bahwa potensi itu tidak akan terwujud jika tidak ada ada dukungan dari keluarga, sekolah dan lingkungan. Dari kedua ahli ini dilengkapilah pengertian keberbakatan dengan ringkasan yang disebut Triadik Renzulli-Monks.

Selanjutnya, Semiawan menjelaskan bahwa fungsi otak yang terakselerasikan sebagaimana pendapat Clark terekspresikan melalui berbagai kemampuannya, kognitif, kreatif, akademis khusus, kepemimpinan, seni rupa atau seni pertunjukan, serta ditandai juga oleh intelegensi yang tinggi. Karena berfungsinya otak yang terakselerasikan, dalam perkembangannya individu berbakat membutuhkan layanan pendidikan khusus yang berbeda daripada yang diperoleh di sekolah-sekolah biasa yang pada umumnya bersifat klasikal. Dengan perumusan tentang perkembangan otak yang terakselerasikan yang berakar dari pola-pola genetik dan struktur anatomis individu, maka layanan pendidikan oleh lingkungan hendaknya memberikan kesempatan dan peluang
untuk mencapai aktualisasi secara optimal.

Sementara pakar lain, Fetterman, lebih melihat adanya pelayanan pendidikan khusus bagi anak berbakat intelektual dengan kaitan kemungkinan kontribusi anak berbakat intelektual pada masyarakat. Pendidikan khusus akan membantu memaksimalkan potensi yang dimiliki anak berbakat intelektual dan juga meningkatkan kemungkinan kontribusi mereka pada masyarakat sekitarnya. Fetterman memandang bahwa anak berbakat mewakili satu kekayaan terbesar dari setiap masyarakat dan merupakan bagian dari spirit intelektual dan semangat untuk masa depan. Jika pelayanan pendidikan khusus bagi anak berbakat intelektual tidak diadakan maka potensi yang tidak disadari itu akan lenyap. Untuk itu pelayanan pendidikan khusus bagi anak berbakat intelektual sudah seharusnya merupakan prioritas nasional.

Di Indonesia sendiri layanan pendidikan bagi anak berbakat intelektual telah dirintis sejak tahun 1974. Pada tahun 1974 sampai dengan 1986, layanan pendidikan bagi anak berbakat intelektual menggunakan sistem belajar melalui modul yang didasarkan atas prinsip tuntas dan maju berkelanjutan. Pada tahun 1986 sampai 1992 digunakan sistem TKR (tambah kredit) semester untuk program belajar anak berbakat intelektual.

Dan sejak tahun 1998 program pendidikan khusus bagi anak berbakat di Indonesia mengarah pada tipe telescoping curriculum, yaitu hanya mempersingkat masa belajar peserta didik sehingga mereka dapat menyelesaikan studinya lebih cepat dari peserta didik program regular.8 Tipe ini dipilih berdasarkan Undang-undang Sisdiknas no. 2 tahun 1989 pasal 8 ayat 2 yang menyebutkan bahwa “Warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian khusus ” selanjutnya Pasal 24 ayat (6) menyatakan bahwa “ Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan mempunyai hak menyelesaikan program pendidikan lebih awal dari waktu yang ditentukan ”.9 Undang-undang ini kemudian diperbaharui dalam Undang-Undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003 pasal 5 ayat 4 yang berbunyi “Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus”

Program khusus bagi anak berbakat sebagaimana dijelaskan di atas selanjutnya disebut sebagai program akselerasi. Program Akselerasi ini dikuatkan oleh SK Depdiknas No. 423/948/4209.304/2002 yang menyebutkan bahwa “Akselerasi adalah program percepatan belajar yang diselenggarakan secara khusus bagi siswa yang mempunyai kecerdasan tinggi dan mempunyai kemampuan sehingga dapat menyelesaikan studinya dengan waktu lebih cepat dari waktu yang telah ditetapkan untuk jenjang pendidikan yang sama ”. 11 Implementasi dari SK tersebut adalah dengan mengelompokkan siswa yang telah memenuhi syarat sebagai siswa Program Akselerasi dalam satu kelas khusus. Dalam kelas akselerasi digunakan kurikulum yang sama dengan kelas regular dan kurikulum berdiferensiasi. Akan tetapi, siswa kelas akselerasi dituntut untuk menyelesaikan seluruh materi dalam waktu yang lebih singkat dari pada waktu yang diberikan kepada siswa regular. Pada tingkat SMU/MA misalnya dilakukan dengan cara mengalokasikan waktu pencapaian kurikulum 3 tahun menjadi 2 tahun. Pada tahun pertama, siswa Program Akselerasi dapat menyelesaikan seluruh materi kelas 1 dan ½ materi kelas 2. Pada tahun ke-dua siswa dapat menyelesaikan materi kelas 2 dan seluruh materi kelas 3. Oleh karena itu, kelas akselerasi memerlukan pemampatan materi sedemikian rupa, namun di lain sisi kelas akselerasi dituntut pula untuk melakukan pengayaan. Tingginya tuntutan prestasi akademik yang harus dicapai oleh kelas akselerasi menyebabkan sebagian sekolah penyelenggara Program Akselerasi menambah jam belajar siswa akselerasi. Solusi lain yang biasa dilakukan oleh sekolah penyelenggara Program Akselerasi adalah dengan menerapkan sistem modul.

 Akselerasi sebagai model pelayanan pendidikan bagi anak berbakat intelektual, menurut Colangelo, gagal dalam memenuhi kurikulum berdiferensiasi. Siswa menerima instruksi dan pengalaman belajar yang didesain untuk rata-rata siswa yang lebih tua dari anak berbakat tersebut, tetapi kurikulum tidak berubah dan tidak memenuhi kebutuhan anak berbakat. Kecepatan dan isi tetap tidak berubah, siswa berbakat semata-mata hanya mendapatkan pengalaman lebih awal dari yang biasa diperoleh untuk anak sebayanya. Sementara itu, sebagai model kurikulum, akselerasi akan membuat anak berbakat menguasai bahan ajar secara cepat dan merasa bahagia atas prestasi yang dicapainya, disamping segi ekonomis. Secara umum, bentuk akselerasi telescoping menimbulkan masalah pada pihak sekolah sebagai penyelenggara dan guru, terutama dari sisi keterampilan dan manajemen waktu.

Model kelas akselerasi sebagaimana diuraikan di atas ternyata juga memunculkan kritikan dari kalangan pendidik, diantaranya Hendyat Soetopo. Soetopo berpendapat bahwa kelas akselerasi hendaknya dibedakan dengan kelas khusus. Kelas akselerasi itu bukan merupakan kelas khusus, tetapi tetap kelas regular dengan murid yang memiliki tingkat kemampuan dan keberbakatan heterogen. Pengelompokan siswa dalam satu kelas khusus, menurut Soetopo, jelas menyalahi hakikat pendidikan yang seharusnya mengembangkan anak secara keseluruhan, baik emosional, intelektual, sosial, maupun keterampilan. Pola pendidikan yang demikian akan menimbulkan masalah kepribadian. Soetopo mencontohkan sistem pendidikan Program Pendidikan Sekolah Perintis (PPSP) yang dikelola Universitas Negeri Malang yang mana proses belajarnya menggunakan sistem modul. Anak terbukti mampu mengakselerasi proses belajarnya, namun ternyata anak mengalami masalah sosial dan emosional.

Penambahan atau perpanjangan jam belajar bagi kelas akselerasi ternyata juga menimbulkan permasalahan, tidak saja bagi siswa, namun juga guru akselerasi. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Lucia dalam penelitiannya yang memaparkan tentang hambatan guru dalam mengajar di kelas akselerasi. Durasi belajar yang lebih panjang di kelas akselerasi, bagaimanapun menyebabkan kejenuhan bagi siswa dan guru, terutama pada jam-jam pelajaran terakhir. Dengan demikian maka materi pelajaran tidak dapat terserap dengan maksimal.

Dengan kritikan yang ditujukan kepada program akselerasi tersebut, maka pengkajian lebih lanjut tentang penyelenggaraan program akselerasi perlu dilakukan. Selain itu, penelitian terhadap program akselerasi perlu ditambah mengingat semakin banyaknya jumlah sekolah yang menyelenggarakan program akselerasi setiap tahunnya. Penelitian terhadap program akselerasi dilakukan guna mengetahui peranan atau fungsi program tersebut dalam mengembangkan potensi yang dimiliki anak berbakat intelektual untuk mencapai prestasi akademik dan untuk mengembangkan kreativitas.

Salah satu sekolah yang menerapkan program Akselerasi adalah MAN 3 Malang. Sejak empat tahun yang lalu (tahun 2004), MAN 3 Malang mulai menyelenggarakan kelas akselerasi. Tidak berbeda dengan sekolah penyelenggara program akselerasi yang lain, MAN 3 Malang mengelompokkan siswa berbakat intelektual dalam satu kelas khusus program akselerasi. Akseleran adalah mereka yang telah diidentifikasi sebagai individu berbakat intelektual setelah menjadi siswa MAN 3 Malang.

MAN 3 Malang merupakan sebuah sekolah unggulan dengan rata-rata prestasi akademik yang memuaskan. Dengan adanya program akselerasi di madrasah tersebut, masyarakat mengharapkan nilai tambah tersendiri dari MAN 3 Malang. Beberapa informan pada observasi pendahuluan berpendapat bahwa pengelompokan atau pengkhususan yang dilakukan di MAN 3 Malang belum mengakomodasi seluruh keberbakatan, melainkan hanya satu kelompok bakat saja, yaitu keberbakatan di bidang sains. Rata-rata prestasi akademik kelas akselerasi dengan jurusan IPA tersebut lebih baik dari kelas regular. Selain itu out put program akselerasi dinilai berhasil dalam merebut posisi di perguruan tinggi unggulan.

Berdasarkan temuan-temuan sementara pada observasi pendahuluan yang dilakukan peneliti, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih jauh dan lebih dalam tentang pelaksanaan program akselerasi di MAN 3 Malang. Penelitian di MAN 3 Malang dilakukan untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan pihak sekolah untuk mengefektifkan penyelenggaraan program akselerasi dalam rangka pengembangan potensi siswa berbakat intelektual.

Post a Comment for "CONTOH TESIS PENDIDIKAN WORD DOCUMENT"